CARA SEHAT | Kanker paru merupakan penyakit dengan angka kematian yang tinggi meski pengobatan kanker paru telah mengalami kemajuan pesat. Data saat ini menunjukkan angka tahan hidup < 5 tahun pada kanker paru hanya sebesar 10-19%.
Penelitian terbaru dari dr. Mia Elhidsi, SpP(K), peserta Program Doktor Ilmu Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), telah membuka jalan baru dalam diagnostik kanker paru. Deteksi dini memungkinkan kanker paru terdiagnosis pada tahap awal dan memungkinkan terapi kuratif melalui pembedahan dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahap lanjut.
Penelitian disertasi dr. Mia berfokus pada penggunaan bronkoskopi (teropong saluran napas) dengan bantuan Gelombang Cahaya Spektrum Sempit (GCSS) untuk mengevaluasi dan mengambil jaringan biopsi dari saluran napas non-tumor. Metode ini digunakan untuk mendeteksi mutasi gen p53, yang memiliki peran penting dalam mengontrol pembelahan dan kematian sel. Fitur GCSS memungkinkan visualisasi pembuluh darah dengan kontras tinggi.
“Pembuluh darah yang meningkat dan abnormal sering kali dipicu oleh iritan seperti rokok atau tumor, sehingga dengan metode ini, kelainan pada mukosa saluran napas dapat dideteksi dan diambil sampelnya untuk analisis lebih lanjut,” jelas dr. Mia.
Studi ini melibatkan 105 pasien kanker paru dewasa yang menjalani pemeriksaan bronkoskopi di RS Persahabatan dari Januari hingga November 2023. Selain menggunakan bronkoskopi GCSS dan biopsi jaringan non-tumor, analisis juga dilakukan dengan pemeriksaan histopatologis menggunakan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE), serta metode PCR untuk mendeteksi mutasi gen p53 (R175L, R248W, R273C).
Dokter Mia menemukan bahwa kanker paru banyak terjadi pada pria perokok dengan tipe adenokarsinoma tahap lanjut. “Kami mendeteksi mutasi baru pada gen p53, yaitu heterozigot pada titik Kodon 267 dan 180. Metode bronkoskopi dengan pola vaskular berliku menunjukkan hasil terbaik dalam mendeteksi kelainan ini dengan akurasi tinggi,” ungkap dr. Mia.
Temuan ini menjanjikan kemajuan signifikan dalam skrining kanker paru di Indonesia dengan meningkatkan akurasi dan efisiensi diagnosis. “Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi angka kematian pasien kanker paru melalui diagnosis dini, serta mengubah paradigma penanganan kanker paru dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya skrining rutin. Kami juga mengusulkan agar pemerintah mendukung pengadaan bronkoskopi lebih merata, terutama di rumah sakit madya, serta mengembangkan pelatihan bronkoskopi untuk meningkatkan kualitas pelayanan,” pungkas dr. Mia.
Dokter Mia berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Peran Pencitraan Bronkoskopi Gelombang Cahaya Spektrum Sempit dalam Menilai Kelainan Morfologis Sel Trakeobronkial Pada Kanker Paru dan Hubungannya dengan Mutasi Gen P53” dalam sidang terbuka promosi doktor di Ruang Auditorium Lantai 3 Gedung IMERI-FKUI, Jakarta, pada 10 Juli 2024 lalu.