Penelitian ini menggunakan metode uji klinis acak dengan 66 subjek yang dibagi menjadi dua kelompok: kelompok yoga dan kelompok kontrol. Kelompok yoga menjalani latihan yoga modifikasi dua kali seminggu selama 12 minggu, sementara kelompok kontrol hanya menerima pengobatan konvensional dan latihan fisioterapi.
Parameter yang diukur meliputi intensitas nyeri, frekuensi dan durasi nyeri, tingkat depresi, fleksibilitas tubuh, dan kadar kortisol saliva.
“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa latihan yoga modifikasi memberikan efek yang signifikan terhadap pengurangan nyeri dan perbaikan fleksibilitas tubuh pada pasien CGH,” kata dr. Robiah.
Dokter spesialis saraf ini juga menambahkan bahwa latihan ini membantu menurunkan kadar kortisol saliva yang berhubungan dengan stres dan meningkatkan daya tahan kardiorespirasi. Setelah 12 minggu, kelompok yoga menunjukkan perbaikan yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Intensitas, frekuensi, dan durasi nyeri berkurang secara signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan yoga modifikasi dapat menjadi bagian penting dalam terapi CGH. Latihan ini tidak hanya membantu mengurangi nyeri tetapi juga memperbaiki keseimbangan fisik dan mental pasien. Fasilitas pelayanan kesehatan disarankan untuk menyediakan program yoga modifikasi sebagai bagian dari terapi komprehensif untuk pasien CGH.
Temuan ini memberikan harapan baru bagi penderita CGH yang mencari alternatif pengobatan yang lebih efektif dan alami. Yoga modifikasi dapat menjadi solusi yang mengintegrasikan keseimbangan fisik dan mental untuk kualitas hidup yang lebih baik.
Dokter Robiah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Efek Yoga Modifikasi Dibandingkan Terapi Konvensional terhadap Cardiorespiratory Endurance, Fleksibilitas Tubuh, Nyeri, Kadar Kortisol Saliva, dan Tingkat Depresi, pada Pasien Cervicogenic Headache” dalam sidang terbuka promosi doktor di Ruang Auditorium Lantai 3 Gedung IMERI-FKUI, Jakarta, pada 12 Juli 2024.